sejarah tombatu.
Penduduk asli Tombatu disebut Anak Suku Tosawang yaitu salah satu Anak Suku di Minahasa Keturunan Toar dan Lumimuut. Bahasanya biasa disebut bahasa Tonsawang. Tonsawang artinya orang yang suka saling membantu/ Gotongroyong (Tou = orang, Sawang = Menolong).
Namun penduduk asli ini lebih suka menyebut dirinya Toundanow yang artinya orang dari air (Tou = orang, Dano = Air). Memang penduduk aslinya dahulu mendiami bukit-bukit sekitar sebuah danau. Diperkirakan sampai pada abad 17 dataran yang meliputi desa-desa; Tombatu, Kuanga, Kali dan Siliaan seluas kurang lebih 15Km2 masih merupakan sebuah danau. Air danau tersebut mengalir ke sebelah Barat dan bermuara ke pantai Amurang, melalui sebuah pintu alami yang dikenal dengan namaKelewonang di bukit Abur di desa Ranoketang Atas. Air yang Mengalir melalui Kelewonang tersebut merupahkan sebuah air terjun (Tuhunan bahasa Tonsawang) setinggi kurang lebih 50 meter. Ditempat itulah penduduk asli biasa menangkap ikan dengan alat yang disebut dalam bahasa TonsawangSOMOING yang biasanya ditangkap adalah Koho Kalambot (Ikan Gabus Besar) dan Kosili (Belut).
Tidak jauh dari Kelewonang tersebut arah ke Tenggara di atas bukit yang disebut Batuberdiamlah sekelompok penduduk asli yang merupakan nenek moyang dari penduduk Desa Tombatu yang sekarang. Kata Tombatu berasal dari kata Tou im batu (orang dari batu). Pemimpin Anak suku Tonsawang/ Toundanow bertinggal di Batu tersebut bernama OKI wakilnya bernama UREY.
Kira-kira pada akhir abad ke 17 Tonaas Lelengboto mengadakan perencanaan pengeringan danau, rencana mana telah disetujui oleh para Balian (Walian). Setelah melalui satu upacara adat seperti Dahesen dan Tumanga Tepai (Bunyi burung Balak dan Manguni) Tonaas Lelengboto mendapat satu tempat pada salah satu kaki bukit Basian arah Tenggara desa Kuyanga untuk dibuatkan terowongan/ pintu air. Atas kesaktian Tonaas Lelengboto dan dengan mengorbankan seorang ATA, pada bukit tersebut berhasil dibuat pintu air.
Air mengalir dengan derasnya melalui pintu air tersebut yang menimbulkan dentuman yang keras selama sembilan hari sembilan malam. (Siou ngando siou ngawengi) barulah danau dapat dikeringkan. Air yang mengalir ke Tenggara itu tertumpah ke sungai yang sekarang ini dikenal dengan nama sungai Londolimbale. Sungai Londolimbale bertemu dengan sungai Molompar dan bermuara ke Watuliney pantai Belang. Sisa-sisa danau sekarang ini : Bulilin, Sosong, Kawelaan, Seledan, Tutud, Kuyanga, Derel dan Useban.
Diatas dataran yang telah mengering dan berawa-rawa penduduk yang diam di atas bukit-bukit, turn dan membuat perkampungan dan mencektak sawah-sawah. Sejak itulah mulai terbentuk desa-desa yang sekarang ini yaitu: Tombatu, Kuyanga, Kali, Ranoketang Atas, Lobu dan Silian.
0 komentar:
Posting Komentar